Jumat, 12 Juli 2013



“ BISNIS ALA KANCIL “
Dunia bisnis saat ini seakan menjadi pilihan banyak orang untuk menentukan titik temu pintu suksesya. Dunia bisnis seakan menjual di dunia perlombaan diberbagai kalangan. Hingga kini banyak sekal manipulasi dalam dunia bisnis ini. Tidak sedikit dari para pembisnis melakukan kongkalikong sistem bisnis dan menghalalkan segala cara agar bisnisnya berjalan sesuai target, dan mendapat posisi yang baik dalam persaingan sengit didunia bisnis. Ibarat seekor kancil yang main cerdik dengan segala tipu daya. Para pembisnis ini berani bertipu daya terhadap para pelanggan ataupun konsumennya.
Bisnis ala kancil ini merambah disemua kalangan dengan berbagai macam dunia bisnisnya. Contoh kecil yang hingga sampai saat ini meresahkan Negara kita yakni dalam dunia bisnis makanan. Kita ketahui bahwa empat tahun yang lalu mulai resah dengan adanya penambahan zat-zat berbahaya dan pencampuran hewan-hewan yang tak layak untuk dikonsumsi pada produk-produk makanan yang mereka jual. Berawal dari kasus bakso tikus, bakso babi, kemudian merambah hingga penambahan zat-zat kimia yang berbahaya seperti boraks pada ikan, daging, dan masih banyak lagi produk-produk yang mereka curangi.
Sungguh memprihatinkan! Ditengah-tengah polemik yang terjadi dibangsa ini. Kemiskinan dimana-mana, penyakit menjamur disana-sini dan tercatat setiap hari terjadi kematian di Negara kita. Tidak dapat dielakkan salah satu faktor yang menyebabkan banyak penyakit dan kematian yang terjadi setiap saat, tidak lain karena para pembisnis kancil ini. Akibat dari kecuranggannya, banyak warga keracunan makanan, banyak warga yang menderita penyakit seperti kanker akibat terlalu banyak mengkonsumsi makanan-makanan yang sudah terindikasi oleh zat-zat kimia yang seharusnya tidak boleh masuk ketubuh kita.
Jika kita kaji ulang kembali, pasti akan muncul pertanyaan, mengapa para pembisnis ini menerapkan pola bisnis ala kancil? Mengapa banyak yang mengabaikan dampak dari tipu daya mereka? Banyak yang berdalih dari para pembisnis tidak lain karena faktor ekonomi pula. Keuntungan yang didapat tidak setara dengan modal yang dikeluarkan. Akibatnya hampir semua kalangan melakukan sistem ala kancil ini. Padahal sungguh tidak pantas, jika menyadari bahwa negara kita yang notabennya adalah mayoritas negara muslim.
Namun dari sekian banyak para pengikut kancil, tentu masih tetap ada para pembisnis yang bersih, yang memiliki etika dalam berbisnis. Meraka taat dan benar-benar melaksanakan etika dalam dunia bisnis. Mereka tidak menghalalkan segala cara, memprioritaskan keuntungan dengan benar, tanpa adanya manipulasi. Lalu apakah dengan beretika ini meraka tidak sukses dalam dunia bisnis? Tentu tidak !
Mereka  yang menerapkan etika yang baik dalam berbisnis justru akan lebih sukses dalam dunia bisnisnya. Ini semua adalah sebuah pilihan. Akankah kita menjadi pembisnis ala kancil yang selamanya akan merusak generasi bangsa, ataukah para pembisnis bersih yang akan menyelamatkan bangsa?. Ulfatul Maula