“ BISNIS ALA KANCIL “
Dunia bisnis saat
ini seakan menjadi pilihan banyak orang untuk menentukan titik temu pintu
suksesya. Dunia bisnis seakan menjual di dunia perlombaan diberbagai kalangan.
Hingga kini banyak sekal manipulasi dalam dunia bisnis ini. Tidak sedikit dari
para pembisnis melakukan kongkalikong sistem bisnis dan menghalalkan segala
cara agar bisnisnya berjalan sesuai target, dan mendapat posisi yang baik dalam
persaingan sengit didunia bisnis. Ibarat seekor kancil yang main cerdik dengan
segala tipu daya. Para pembisnis ini berani bertipu daya terhadap para
pelanggan ataupun konsumennya.
Bisnis ala kancil ini
merambah disemua kalangan dengan berbagai macam dunia bisnisnya. Contoh kecil
yang hingga sampai saat ini meresahkan Negara kita yakni dalam dunia bisnis
makanan. Kita ketahui bahwa empat tahun yang lalu mulai resah dengan adanya
penambahan zat-zat berbahaya dan pencampuran hewan-hewan yang tak layak untuk
dikonsumsi pada produk-produk makanan yang mereka jual. Berawal dari kasus
bakso tikus, bakso babi, kemudian merambah hingga penambahan zat-zat kimia yang
berbahaya seperti boraks pada ikan, daging, dan masih banyak lagi produk-produk
yang mereka curangi.
Sungguh
memprihatinkan! Ditengah-tengah polemik yang terjadi dibangsa ini. Kemiskinan
dimana-mana, penyakit menjamur disana-sini dan tercatat setiap hari terjadi
kematian di Negara kita. Tidak dapat dielakkan salah satu faktor yang
menyebabkan banyak penyakit dan kematian yang terjadi setiap saat, tidak lain
karena para pembisnis kancil ini. Akibat dari kecuranggannya, banyak warga
keracunan makanan, banyak warga yang menderita penyakit seperti kanker akibat
terlalu banyak mengkonsumsi makanan-makanan yang sudah terindikasi oleh zat-zat
kimia yang seharusnya tidak boleh masuk ketubuh kita.
Jika kita kaji
ulang kembali, pasti akan muncul pertanyaan, mengapa para pembisnis ini
menerapkan pola bisnis ala kancil? Mengapa banyak yang mengabaikan dampak dari
tipu daya mereka? Banyak yang berdalih dari para pembisnis tidak lain karena
faktor ekonomi pula. Keuntungan yang didapat tidak setara dengan modal yang
dikeluarkan. Akibatnya hampir semua kalangan melakukan sistem ala kancil ini.
Padahal sungguh tidak pantas, jika menyadari bahwa negara kita yang notabennya
adalah mayoritas negara muslim.
Namun dari sekian
banyak para pengikut kancil, tentu masih tetap ada para pembisnis yang bersih,
yang memiliki etika dalam berbisnis. Meraka taat dan benar-benar melaksanakan
etika dalam dunia bisnis. Mereka tidak menghalalkan segala cara,
memprioritaskan keuntungan dengan benar, tanpa adanya manipulasi. Lalu apakah
dengan beretika ini meraka tidak sukses dalam dunia bisnis? Tentu tidak !
Mereka yang menerapkan etika yang baik dalam
berbisnis justru akan lebih sukses dalam dunia bisnisnya. Ini semua adalah
sebuah pilihan. Akankah kita menjadi pembisnis ala kancil yang selamanya
akan merusak generasi bangsa, ataukah para pembisnis bersih yang akan
menyelamatkan bangsa?. Ulfatul Maula